Jumat, 29 Maret 2013
Kali itu adalah penerbangan paling pagi yang pernah aku alami, yaitu penerbangan pukul 05.00 pagi dari Bandara Soekarno Hatta, Jakarta ke Bandara Juwata, Tarakan. Keadaan di Bandara sudah cukup ramai, pada saat akan boarding, memang terlihat rata-rata orang pergi ke Tarakan dengan gaya untuk pergi liburan dan aku menduga mereka juga akan pergi ke Derawan.
Sampai ke Tarakan, hal yang pertama kulakukan adalah menelepon sang tour guide. Sebenarnya hal ini agak cukup mendebarkan karena sebelumnya aku hanya mengandalkan kontak melalui BBM saja dan seluruh biaya perjalanan sudah dibayarkan dan pada saat ditelepon, sang tour guide hanya bilang, "iya Bu, sebentar lagi sampai, tunggu sebentar yaa...". Kami menunggu cukup lama, sampai-sampai kami hanya bisa pasrah jika kali ini memang ditipu. Hampir seluruh orang yang satu pesawat kami sudah dijemput dan telah meninggalkan bandara, sedangkan aku dan suamiku hanya bisa bersabar dan berdoa.
Ternyata sampai di pelabuhan, kami memiliki waktu sekitar 2-3 jam untuk menunggu kapal yang menuju ke Derawan berangkat. Sebetulnya kami mendapatkan jatah makan, tapi kami memilih untuk makan mie instan di warung kecil di pelabuhan. Setelah itu, aku menunggu suamiku yang pergi shalat Jumat.
Di Pelabuhan Tarakan |
Sekitar pukul 13.00, seluruh wisatawan sudah mulai dibawa ke dermaga untuk menaiki kapal. Kapal yang kami naiki adalah kapal motor berkapasitas 15 - 20 orang. Kami satu kapal dengan sekelompok mahasiswa yang berlibur bersama, dan beberapa keluarga yang membawa serta anak mereka untuk berlibur.
Lepas dari dermaga, aku melihat beberapa kapal-kapal yang tidak jauh dari pelabuhan. Hal yang tidak aku dan suamiku sangka adalah ketika berjalan cukup lama, kapal mulai melaju dengan kecepatan tinggi, dan dengan keadaan ombak yang cukup besar, jadilah rasanya sedikit seperti dibanting-banting di dalam kapal. Aku hanya bisa berdoa hal itu akan segera berakhir walaupun pada akhirnya perjalanan dengan kapal itu memakan waktu 2 - 2,5 jam.
Kapal besar di area pelabuhan |
Setelah akan sampai, Pulau Derawan memang terlihat seperti pulau wisata dengan banyak bungalow di beberapa dermaga yang mengelilingi pulau. Hal yang memang jarang ditemui di Jakarta.
Sampai di pulau, kami langsung memasuki penginapan kami. Kami menginap di rumah warga yang memang biasa menyewakan kamarnya. Tadinya kami ingin menginap di salah satu bungalow yang ada, tapi saat akan booking, ternyata sudah tidak ada lagi bungalow yang tersedia. Akan tetapi, sisi positifnya adalah aku menjadi tahu lebih banyak mengenai Pulau Derawan dari mengobrol dengan pemilik rumah.
Suasana di sekeliling Pulau Derawan |
Foto sunset |
Tempat berkumpul warga Pulau Derawan |
Malamnya, setelah makan malam, aku dan suamiku pergi ke salah satu dermaga di mana ada beberapa orang yang sedang memancing. Aku dan suamiku tidak ikut memancing, tapi kami coba-coba menggunakan kamera kami untuk berfoto di malam hari dengan cahaya bulan purnama yang sangat cerah malam itu. Berbekal fitur kamera yang mudah digunakan dan kemampuan setting kamera yang pas-pasan, akhirnya kami dapatkan beberapa foto yang bagus.
Foto di bawah cahaya bulan purnama |
Sabtu, 30 Maret 2013
Aku dan suamiku bangun pagi-pagi sekali dengan niat memburu sunrise. Setelah mandi, kamipun langsung pergi ke demaga. Sayangnya banyak awan pagi itu, sehingga foto yang kami peroleh sedikit gelap. Saat sedang asyik berfoto-foto, tiba-tiba turun hujan yang sangat deras, posisi kami berada di tengah-tengah antara ujung dermaga dan bungalow, kami bingung akan berlari kemana untuk mencari tempat berteduh terdekat. Akhirnya kami berdua berlari menuju ujung dermaga. Beberapa orang yang sedang asik snorkelling di sekitar dermaga pun ikut berteduh bersama kami.
Foto di kala sunrise |
Ternyata hujannya tidak turun lama. Hanya dalam hitungan menit, hujan berganti dengan sinar matahari, aku dan suamiku pun melanjutkan sesi foto-foto kami lagi, hehehe.
Kapal yang kami gunakan |
Rangkaian perjalanan kami dimulai dengan mengunjungi Pulau Maratua. Di pulau ini, juga terdapat penginapan. Kegiatan kami di pulau ini, hanya berfoto-foto. Pantainya juga indah, tapi kami dan rombongan diajak untuk segera ke Pulau Kakaban sebelum pulau itu terlalu ramai dikunjungi rombongan lain.
Pantai di Pulau Maratua |
Tibalah kami di Pulau Kakaban. Pulau yang paling mengesankan dalam perjalanan ini buatku. Begitu tiba, kami turun di tepi pantai dan diminta untuk menunggu beberapa saat. Sambil menunggu, kami mengambil foto bawah air bersama karang-karang yang memang ada di dekat pantai.
Setelah beberapa saat, kami dipanggil dan mulai menelusuri jalan setapak yang terbuat dari kayu. Jalannya cukup berbahaya karena licin karena banyak orang yang datang dan pergi. Setelah berjalan cukup jauh, tibalah kami di sebuah danau, yaitu Danau Kakaban.
Jadi, bentuk Pulau Kakaban memang seperti donat. Di tengah-tengah pulau terdapat danau yang cukup besar dan airnya payau. Menurut penjelasan pemandu wisata, terdapat celah yang menghubungkan Danau Kakaban dengan lautan di sekitar pulau. Akan tetapi, hal yang paling menarik dari danau besar ini adalah kita bisa berenang bersama ubur-ubur tanpa khawatir disengat sedikit pun!
Aku dan suamiku pun langsung berenang di danau dan mencari ubur-ubur yang dimaksud dan benar saja, tidak lama kami turun, banyak ubur-ubur yang tidak sengaja tersentuh saat berenang. Hal itu sungguh mengasyikan, ubur-ubur yang ada dapat kami pegang, rasanya kenyal seperti jeli. Ubur-ubur yang ada di situ terdapat dua jenis, yaitu yang berwarna coklat dan yang transparan. Konon, tempat seperti Danau Kakaban ini hanya ada dua di dunia, yaitu di Pulau Kakaban, dan satu lagi ada di Philipina. Kami berenang cukup lama, tapi kami pun harus menyudahinya karena kami harus pergi ke pulau yang lain.
Saat akan pergi dari Pulau Kakaban, kami kesulitan untuk naik kapal karena air surut dan kapal tidak bisa mendekat karena banyaknya karang. Para wisatawan pun harus berjalan agak jauh dari pantai untuk menaiki kapal. Hal ini tidak mudah karena kami berjalan di atas karang yang tidak rata, banyak orang yang jatuh dan akhirnya terluka. Aku pun sedikit terluka, tapi aku coba untuk tidak terlalu merasakannya karena liburan ini masih belum usai.
Setelah seluruh rombongan berhasil naik, kapal kami siap berangkat, tapi ternyata jangkar kapal kami tersangkut karang. Salah satu pemandu wisata kami pun turun dengan menggunakan peralatan selamnya untuk mengambil jangkarnya. Cukup lama kami menunggu, akhirnya orang yang menyelam tadi pun muncul ke permukaan dan mengatakan bahwa jangkarnya tersangkut di kedalaman sekitar 30 m dan dia membutuhkan lebih banyak pemberat lagi untuk bisa menyelam lebih dalam. Seluruh rombongan pun kaget karena kami tidak jauh dari tempat kami menaiki kapal dimana air hanya setinggi betis orang dewasa dan saat ini kami berada 30 m dari dasar laut. Memang bukan kesan biasa dan bukan kesan yang kami duga dari perjalanan ini. Alhamdulillah, tidak lama kemudian, jangkar kapal kami berhasil diambil dan kami pun melanjutkan perjalanan ke pulau berikutnya.
Berikutnya kami menuju Pulau Sangalaki, tapi sama sepeti di Pulau Kakaban, air surut dan kami kesulitan untuk menepi di pantai. Akhirnya kami memutuskan untuk snorkelling di sekitar pulau tersebut. Karang yang ada di bawah kami sungguh indah.
Foto di bawah air di sekitaran Pulau Sangalaki |
Setelah puas bermain-main, kami menuju tujuan terakhir kami, yaitu Gusung Putih. Gusung Putih merupakan pulau yang hanya terdiri dari pasir putih. Tidak ada benda lain selain pasir putih. Rasanya seperti pulau di khayalan saja. Tempat yang sangat bagus untuk berfoto.
Gusung Putih |
Setelah seharian bermain, kami pun kembali ke pulau Derawan untuk makan malam dan beristirahat.
Minggu, 31 Maret 2013
Setelah sarapan, kami pun bersiap untuk naik kapal kembali ke Tarakan. Ya, kami siap untuk "dibanting-banting" di dalam kapal selama 2 - 2,5 jam. Pada saat perjalanan pulang, fenomena yang kami temukan adalah cukup banyak hujan turun di beberapa titik terpisah di laut. Hal ini cukup menarik karena beberapa saat kami melewati daerah yang sedang hujan, kemudian daerah yang tidak hujan, kemudian daerah yang hujan lagi. Agak cukup merepotkan karena kami harus membuka dan menggulung terpal penutup kapal kami.
Akhirnya kami pun sampai di Pelabuhan Tarakan. Kami sampai sekitar pukul 13.00 dan masih memiliki waktu 3 - 4 jam sebelum penerbangan kami untuk kembali ke Jakarta. Kami dibawa oleh Mas Anca untuk mengelilingi Kota Tarakan. Pertama-tama kami mengunjungi tempat refleksi, mengingat badan kami yang pegal-pegal setelah "dibanting-banting" di dalam kapal. Kemudian kami menuju salah satu restoran sea food, lalu mengunjungi mall yang ada di Tarakan. Sebenarnya, keramaian Kota Tarakan cukup mencengangkan aku dan suamiku, tadinya kami pikir Tarakan adalah kota kecil yang sepi, ternyata kota ini ramai sekali.
Akhirnya kami di antar ke bandara dan siap untuk kembali ke Jakarta.
Banyak hal yang di luar ekspektasiku selama perjalanan ini, tapi pengalaman itulah yang tidak dapat digantikan dengan apapun juga. Mulai dari naik kapal yang kurang nyaman, berenang dengan ubur-ubur, dan foto-foto di Gusung putih. It is gonna be legen........... wait for it....... darry!!!!