Rabu, 13 Juni 2012

Bromo nan Eksotis


Sabtu, 26 May 2012 - Bandung

Di sela-sela kesibukan bekerja sehari-hari, akhirnya kutemukan akhir pekan yang tepat untuk kulewatkan berdua saja dengan suamiku. Bromo menjadi tujuan kami kali ini mengingat cerita sahabat ataupun referensi dari media cetak dan elektronik tentang betapa eksotiknya tempat ini. Setelah dua tahun berkeinginan melakukan perjalanan ini, rasanya masih serasa mimpi bahwa besok aku akan menyaksikan tanda kebesaran Allah bersama teman sejatiku.

Untuk memastikan Arini tidak kesepian karena ditinggal selama dua hari, orang tuaku berjanji akan mengajaknya jalan-jalan. Hal ini menjadi salah satu alasan mengapa petualangan ini dimulai dari Bandung dan bukan dari Jakarta.

Berbekal tiket pesawat yang sudah dipesan dua minggu sebelumnya, kami berangkat dari Bandara Husein Sastranegara pukul 15.45 WIB dan menempuh perjalanan selama  satu jam lima belas menit di udara hingga akhirnya sampai di Bandara Ir. H. Djuanda pukul 17.00. Satu buah tas ransel yang bisa masuk di kabin pesawat cukup membuat praktis dalam perjalanan ini, begitu turun dari pesawat kami langsung mencari penjemput dari travel agent yang kami gunakan.

Dengan Kijang Inova hitam kami diantar ke Bromo Cottage yang ada di lereng Gunung Bromo melalui Pasuruan. Perjalanan ini ditempuh selama empat jam termasuk istirahat makan malam. Sebenarnya perjalanan ini lebih lama dari biasanya dikarenakan pada akhir pekan bayak orang berbondong-bondong meninggalkan Surabaya sehingga jalanan menjadi macet.

Pukul 21.00 WIB kami mulai memasuki jalan berkelok-kelok dan menanjak pertanda kami mulai memasuki area Gunung Bromo. Jendela mobilpun dibuka dan dengan segera udara segar dan dingin mengalir masuk. Aku bersyukur perbekalan kami melawan hawa dingin cukup lengkap mengingat suhu di Bromo bisa mencapai 0 derjat celcius pada Bulan Juli-Agustus. Menurut info driver kami, suhu untuk besok pagi adalah sekitar 10 derajat celcius.

Sesampainya di hotel, kami mendapati pemandangan Kota Pasuruan yang indah yang berbatasan tipis dengan langit malam penuh bintang. Karena terletak di dataran miring, kami harus  menuruni tangga untuk sampai ke kamar. Sebenarnya di hotel ini terdapat fasilitas elevator, tapi kebetulan sekali sedang ada kerusakan. Sayang rasanya tidak dapat mencoba elevator itu, tapi mengetahui ada tempat di Indonesia yang memiliki fasilitas secanggih itu pun aku sudah sangat bangga. Apalagi melihat banyaknya turis asing yang juga menginap di hotel ini, sungguh rasanya ingin aku berkata "Inilah Indonesia, tanah airku yang memiliki alam yang sangat indah dan percayalah Bromo hanyalah satu dari ratusan bahkan ribuan tempat yang harus kau kunjungi karena keindahannya!". Walaupun sebenarnya aku sadar, Indonesia sendiri lah yang seharusnya berbenah menyediakan berbagai fasilitas terbaik untuk pariwisata, tapi aku yakin, pasti bisa!

Minggu, 27 May 2012 - Bromo
Detik - detik terbitnya matahari di Pananjakan

 Pukul 03.30 WIB kami sudah siap di lobi. Sambil menunggu Jeep sewaan datang, kami menyantap secangkir teh hangat yang sudah disediakan oleh hotel. Udara begitu dingin, tapi membayangkan indahnya pemandangan yang akan kusaksikan seketika rasa ingin berselimut di kamar hilang begitu saja.


Warga sekitar rata-rata memiliki jeep untuk disewakan dan ada sebuah paguyuban untuk memastikan penyewaan jeep ini dilakukan bergilir sehingga merata bagi anggotanya. Jeep ini akan membawa kami ke Pananjakan yang ada di ketinggian 2.700 meter di atas permukaan laut kemudian menuju Bromo yang memiliki jalur dengan kemiringan yang tajam sehingga tidak dapat dilalui oleh mobil biasa.


Sekitar 200 meter sebelum sampai di Pananjakan, kami turun dari jeep karena jalanan macet yang disebabkan banyaknya jeep yang akan parkir. Banyak warga yang menawarkan jasa ojeg, tapi sebenarnya kita sama sekali tidak perlu karena jaraknya sangat dekat.

Suasana di Pananjakan begitu ramai dikarenakan hari Minggu. Banyak wisatawan dari daerah Malang yang datang menggunakan motor. Sangat sulit bagi kami untuk menemukan tempat terbaik untuk melihat matahari terbit karena sudah ramai ditempati. Setelah mendapat tempat yang kami rasa paling nyaman, kami pun bersiap menyaksikan matahari untuk mulai menyinari pagi hari. Apa yang kami saksikan sungguhlah luar biasa, langit mulai terlihat cerah setelah bintang besar itu muncul dan  terlihat dataran di bawah kami diselimuti kabut dengan sangat cantik. Betapa bersyukurnya aku menyaksikan fenomena alam ini bersama suami yang sangat aku cintai.
Mobil Jeep yang kami sewa


Setelah menyaksikan matahari terbit, berfoto dengan latar belakang Gunung Bromo dan sekitarnya langsung dilakukan para wisatawan yang ada di Pananjakan pagi itu. Begitu juga dengan kami. Bahkan tour guide kami membawa kami ke tempat yang tersembunyi sehingga sepi dan juga memiliki latar pemandangan yang indah. Puas berfoto-foto kami segera kembali ke jeep dan segera menuju Gunung Bromo.


Foto dengan pelataran Gunung Bromo dari spot tersembunyi


Melewati jalur yang curam, kulihat area Gunung Bromo dengan laut pasir yang diselimuti kabut sangatlah indah. Turun dari Jeep, kami langsung menaiki kuda sewaan yang akan membawa kami kaki Gunung Bromo. Dengan Rp 100.000,00 kita sudah bisa menaiki kuda itu bulak-balik. Sebagai tips, bayarlah tarif tersebut setelah kita sampai di Jeep lagi karena jika tidak, ada beberapa oknum pemilik kuda yang akan meninggalkan kita di kaki Gunung Bromo dan terpaksa kita harus membayar sewa lagi untuk kembali ke Jeep.

                                                                                                        Berkuda di laut pasir
                                         Laut pasir di area Bromo

Di tengah perjalanan kulihat ada pura berdiri. Menurut informasi dari tour guide kami, warga sekitar memang mayoritas penganut agama Hindu. Setiap tahun mereka melaksanakan tradisi Kasodo  dimana warga sekitar Bromo yang merupakan Suku Tengger berbondong-bondong datang ke puncak Gunung Bromo dengan membawa sebagian hasil pertanian yang akan dipersembahkan. Selain itu juga ada tradisi Karo dimana hal yang dilakukan pada dasarnya sama seperti tradisi lebaran di Indonesia, warga saling bersilaturahmi dengan bergantian mengunjungi dari satu desa ke desa lain.

Sampai di kaki gunung, kami menaiki 250 anak tangga untuk sampai di puncak Gunung Bromo. Gunung Bromo merupakan satu-satunya gunung berapi dengan kawah yang sangat lebar di antara gunung-gunung tidak aktif di sekitarnya.  Puas rasanya hati ini bisa berada di sini dan menyaksikan semuanya.

Di puncak Gunung Bromo

                     Pemandangan gunung dan laut pasir dari puncak Gunung Bromo

Setelah turun dari puncak gunung, aku sangat senang karena diberi kesempatan untuk belajar mengendalikan kuda yang kutunggangi. Kuda yang kusewa bernama Wage dan berumur delapan tahun.

       Aku dan Wage


                                                                                                   Berkuda tanpa dipandu

Selesai dari area Gunung Bromo, matahari sudah naik cukup tinggi. Sekitar pukul 08.00 WIB cuaca sudah mulai panas dan kami pun memutuskan umtuk kembali ke hotel dan bersiap kembali ke Surabaya. Hotel di pagi hari ternyata sangat indah, sayang pemandangan Pasuruan yang kulihat semalam tidak dapat kulihat di pagi hari karena tertutup kabut.

Pemandangan indah di penginapan

Jalur elevator dan gambar timbul Gunung Bromo di penginapan











               


Pukul 12.30 WIB kami sudah sampai di Surabaya. Karena penerbangan kami masih pukul 17.45 WIB, kami memutuskan untuk menonton film MIB 3 di bioskop Tunjungan Plaza.

Setelah film selesai, Rumah Makan Bu Rudi menjadi tujuan kami sebelum bandara. Sambal goreng Bu Rudi menjadi pesanan banyak teman di Jakarta sehingga kuputuskan untuk menjadikannya oleh-oleh dari Surabaya.

Sungguh, ini merupakan pengalaman luar biasa bagiku. Tak sabar rasanya hati ini ingin segera menjelajahi keindahan alam Indonesia lainnya. Mudah-mudahan Allah menghendakinya, Amiin.

Pukul 19.00 WIB kami sudah tiba di Bandung. Kami jemput Arini dan langsung meanjutkan perjalanan ke Jakarta dan siap menghadapi rutinitas kembali dengan SEMAGAT!