1 Januari 2013, Pukul 05.30 WIB, aku sudah meluncur menuju Bandara Soekarno-Hatta dengan Caravelle hitam. Jalanan sepi, hal yang cukup langka untuk kota sehebat Jakarta, tapi sangat wajar mengingat semalam pasti sebagian besar warga Jakarta hanyut dalam pesta pergantian tahun.
22 tahun tinggal di Indonesia, tapi inilah pertama kalinya aku mengunjungi primadona tempat wisata di Indonesia. Namun, tidak ada alasan untuk mengurangi rasa syukurku atas kunjungan ini. Diwarnai dengan keberangkatan pesawat yang delay selama hampir 90 menit dan disambut hujan saat mendarat, sampailah aku, suamiku, Arini, Uni Wiwit, Bang Aldo, dan Dika di Bandara I Gusti Ngurah Rai dan segera menghampiri Pak Ketut yang akan mengantar kami kemanapun selama empat hari ke depan di Bali.
Keluar dari bandara, kami langsung disambut macet. Agak sedikit mengecewakan, tapi memang begitulah kenyataannya, banyak orang ingin menikmati keindahan Bali di liburan pergantian tahun ini. Berhubung sudah waktunya makan siang, kami mampir terlebih dahulu di salah satu restoran seafood di Jimbaran, hal yang memang wajib dilakukan di Bali. Setelah makan siang, dengan perjalanan yang sedikit terhambat, kami meluncur ke tujuan pertama kami, yaitu kawasan Uluwatu.
Pak Ketut mengajak kami ke Garuda Wisnu Kencana (GWK), di tempat ini terdapat patung besar yang belum selesai dirangkai. Menurut cerita Pak Ketut, pembuat patung itu telah wafat sebelum menyelesaikannya. Patungnya cukup besar dan terbagi tiga bagian, patung tangan Dewa Wisnu di bagian bawah bukit, patung badan bagian atas Dewa Wisnu dan patung Burung Garuda di bagian atas bukit. Tempat ini cukup indah, hal yang mencengangkan adalah bukit dibelah dengan rapi untuk membentuk jalan dan area wisata.
Patung GWK yang terpisah-pisah
Bukit yang dibelah rapi |
Setelah dari GWK, kami menuju Pura Uluwatu. Untuk masuk ke pura ini seluruh pengunjung diharuskan memakai selendang untuk diikatkan di badan. Yang menarik dari pura ini adalah letaknya yang berada di tepi tebing yang terjal. Cukup menegangkan untuk melihat pemandangan di bawah tebing dimana terdapat karang yang dihantam ombak yang ganas. Di pura ini terdapat banyak monyet dan terdapat peringatan untuk berhati-hati karena monyet tersebut bisa tiba-tiba mengambil HP, kamera, dan lain-lain dari kita. Sebenarnya di Pura ini dipertunjukkan tarian kecak setiap pukul 19.00 WITA, tapi mengingat kami sudah seharian berjalan dan membawa balita, kami memutuskan untuk langsung menuju hotel pada pukul 18.00 WITA.
Pura Uluwatu di atas tebing |
Monyet di Pura Uluwatu |
Hari Kedua
Hari kedua kami di Bali kami awali dengan kunjungan ke Tanjung Benoa untuk menikmati water sport. Sungguh hal yang sangat seru, kami pergi menuju Pulau Penyu melihat berbagai hewan yang ada di sana. Ada penyu dengan berbagai usia, mulai dari yang masih bayi sampai dengan penyu yang memiliki rumah berdiameter sekitar 1 meter. Selain penyu, kita dapat melihat iguana, kelelawar, burung rangkoon, burung elang, dan ular di sini. Bahkan, bukan hanya melihat, tapi juga memegang dan berfoto dengan hewan-hewan tersebut.
Penyu berukuran besar |
Setelah mengajak para balita ke Pulau Penyu, aku, suamiku, dan Bang Aldo memulai petualangan kami, yaitu diving dan flying fish. Sungguh pengalaman yang luar biasa, mengingat ini memang pertama kalinya bagiku. Diving yang mungkin tidak terlalu sulit, hanya kedalaman 2-3 meter saja, tapi di kedalaman itu kita sudah dapat melihat keindahan karang dan berbagai macam ikan di sana, bahkan kami menemukan ikan Nemo. Sebenarnya kami masih ingin melanjutkan dengan parasailing, tapi karena hari sudah siang dan cuaca agak mendung, parasailing tidak dapat dilakukan.
Diving |
Ikan Nemo yang kami lihat saat diving |
Selepas dari Tanjung Benoa, kami berniat menuju Tanah Lot, tapi sudah dua jam perjalanan, kami baru sampai di sekitar Bandara I Gusti Ngurah Rai, akhirnya kami mengurungkan niat kami dan mengganti tujuan, yaitu Pantai Kuta dan sekitarnya. Setelah mengambil foto di Pantai Kuta, kami melewati Ground Zero yang merupakan monumen untuk mengenang para korban Bom Bali 1. Sayang sekali hujan deras turun sehingga kami tidak bisa turun dari mobil. Kami pun mengakhiri perjalanan hari ini dan kembali menuju hotel.
Di Panrai Kuta |
Hari Ketiga
Setelah sarapan di hotel, kami berangkat menuju daerah Gianyar. Sebelumnya kami menyempatkan diri ke Pantai Sanur untuk mengambil foto. Bali Bird Park menjadi tujuan kami berikutnya. Tempat ini sangat menarik, burung berbagai jenis dari berbagai daerah di dunia ada di sini. Ada burung yang di dalam kandang, dan ada burung yang dilepaskan begitu saja. Tempatnya sangat rimbun sehingga berjalan di dalamnya seperti berjalan di dalam hutan. Kita juga bisa berpose dan berfoto dengan beberapa jenis burung dengan warna yang menarik. Hal yang tidak biasa kita temui sehari-hari, bukan?
Pantai Sanur |
Pose bersama burung dari Amerika Latin |
Burung yang dibebaskan berjalan |
Besama burung nuri |
Setelah dari Bali Bird Park, kami menuju Bali Zoo untuk memperkenalkan berbagai jenis hewan kepada Arini dan Dika. Sebenarnya Bali Zoo hampir sama dengan kebun binatang di kota lainnya, tapi di sini kita juga dapat melihat pertunjukkan berbagai jenis burung yang terbang mengikuti instruksi pelatihnya.
Di pintu masuk Bali Zoo |
Makan siang di tepi sawah di Ubud menjadi pilihan kami kali ini. Kesejukan, kedamaian, dan dekat dengan alam menjadi sensasi tersendiri yang diperoleh dari Ubud. Restoran tempat kami makan menyewakan alat pancing sehingga kami dapat memancing ikan dan dapat membawa pulang atau meminta ikan yang kami dapat untuk dimasak. Kami pun mencoba peruntungan kami, hampir saja kami mendapatkan ikan lele paling besar di kolam yang ada, tapi sayang, karena ikan yang besar dan tidak ada jaring yang dapat kami gunakan, tali pancing kami putus dan ikan itupun lepas.
Naturalnya Ubud |
Berhubung waktu belum terlalu sore, kami memutuskan untuk pergi ke Tanah Lot. Kedatangan kami disambut rintik hujan, tapi tidak mengurangi keindahan Tanah Lot. Sungguh tak terbayang keindahannya di hari yang cerah dan ombak yang lebih tenang. Aku sungguh jatuh cinta pada tempat ini.
Tanah Lot saat hujan |
Hari Keempat
Hari terakhir di Bali, kami kembali ke Tanjung Benoa sambil berharap bisa parasailing, tapi tampaknya Allah belum berkehendak. Mungkin kami harus kembali lagi ke Bali lain waktu untuk parasailing, mudah-mudahan saja. Dari Tanjung Benoa kami bertolak ke Pantai Dreamland, dan di sini pun aku langsung jatuh cinta dengan pantainya. Kini aku mengerti kenapa orang-orang menjadikan Bali sebagai tempat favorit untuk berwisata. Orang yang pernah ke Bali pasti mengetahuinya, dan jika Anda belum ke Bali, percayalah, segera rencanakan perjalanan Anda. Bahkan saya pun ingin kembali lagi dan menjelajahi Bali lebih jauh.
Indahnya Dreamland |
Sebelum pulang, kami menyempatkan untuk membeli oleh-oleh dan segera menuju bandara sekitar tiga jam sebelum penerbangan. Kami khawatir bila tidak datang lebih awal ke bandara, kami akan terjebak macet dan ketinggalan pesawat. Rupanya bukan hanya kami yang berpikiran demikian, banyak orang yang juga seperti kami, akibatnya bandara jadi sangat ramai. Bali sungguh tempat luar biasa, apalagi bila proyek pembangunan jalan tol di Bali sudah rampung dan tidak ada lagi kemacetan di Bali. Aku ingin kembali ke Bali lagi, sungguh ingin kembali lagi!