Sabtu, 26 May
2012 - Bandung
Di sela-sela
kesibukan bekerja sehari-hari, akhirnya kutemukan akhir pekan yang tepat untuk
kulewatkan berdua saja dengan suamiku. Bromo menjadi tujuan kami kali ini
mengingat cerita sahabat ataupun referensi dari media cetak dan elektronik
tentang betapa eksotiknya tempat ini. Setelah dua tahun berkeinginan melakukan
perjalanan ini, rasanya masih serasa mimpi bahwa besok aku akan menyaksikan
tanda kebesaran Allah bersama teman sejatiku.
Untuk memastikan
Arini tidak kesepian karena ditinggal selama dua hari, orang tuaku berjanji
akan mengajaknya jalan-jalan. Hal ini menjadi salah satu alasan mengapa
petualangan ini dimulai dari Bandung dan bukan dari Jakarta.
Berbekal tiket
pesawat yang sudah dipesan dua minggu sebelumnya, kami berangkat dari Bandara
Husein Sastranegara pukul 15.45 WIB dan menempuh perjalanan selama satu jam lima belas menit di udara hingga
akhirnya sampai di Bandara Ir. H. Djuanda pukul 17.00. Satu buah tas ransel
yang bisa masuk di kabin pesawat cukup membuat praktis dalam perjalanan ini,
begitu turun dari pesawat kami langsung mencari penjemput dari travel agent
yang kami gunakan.
Dengan Kijang
Inova hitam kami diantar ke Bromo Cottage yang ada di lereng Gunung Bromo
melalui Pasuruan. Perjalanan ini ditempuh selama empat jam termasuk istirahat
makan malam. Sebenarnya perjalanan ini lebih lama dari biasanya dikarenakan
pada akhir pekan bayak orang berbondong-bondong meninggalkan Surabaya sehingga jalanan menjadi macet.
Pukul 21.00 WIB
kami mulai memasuki jalan berkelok-kelok dan menanjak pertanda kami mulai
memasuki area Gunung Bromo. Jendela mobilpun dibuka dan dengan segera udara
segar dan dingin mengalir masuk. Aku bersyukur perbekalan kami melawan hawa
dingin cukup lengkap mengingat suhu di Bromo bisa mencapai 0 derjat celcius
pada Bulan Juli-Agustus. Menurut info driver kami, suhu untuk besok pagi adalah
sekitar 10 derajat celcius.
Sesampainya di
hotel, kami mendapati pemandangan Kota Pasuruan yang indah yang berbatasan
tipis dengan langit malam penuh bintang. Karena terletak di dataran miring,
kami harus menuruni tangga untuk sampai
ke kamar. Sebenarnya di hotel ini terdapat fasilitas elevator, tapi kebetulan
sekali sedang ada kerusakan. Sayang rasanya tidak dapat mencoba elevator itu,
tapi mengetahui ada tempat di Indonesia yang memiliki fasilitas secanggih itu pun aku sudah sangat bangga. Apalagi melihat banyaknya turis asing yang juga menginap di
hotel ini, sungguh rasanya ingin aku berkata "Inilah Indonesia, tanah
airku yang memiliki alam yang sangat indah dan percayalah Bromo hanyalah satu
dari ratusan bahkan ribuan tempat yang harus kau kunjungi karena
keindahannya!". Walaupun sebenarnya aku sadar, Indonesia sendiri lah yang
seharusnya berbenah menyediakan berbagai fasilitas terbaik untuk pariwisata,
tapi aku yakin, pasti bisa!
Minggu, 27 May
2012 - Bromo
Detik - detik terbitnya matahari di Pananjakan
Detik - detik terbitnya matahari di Pananjakan
Warga sekitar rata-rata memiliki jeep untuk disewakan dan ada sebuah paguyuban untuk memastikan penyewaan jeep ini dilakukan bergilir sehingga merata bagi anggotanya. Jeep ini akan membawa kami ke Pananjakan yang ada di ketinggian 2.700 meter di atas permukaan laut kemudian menuju Bromo yang memiliki jalur dengan kemiringan yang tajam sehingga tidak dapat dilalui oleh mobil biasa.
Sekitar 200 meter sebelum sampai di Pananjakan, kami turun dari jeep karena jalanan macet yang disebabkan banyaknya jeep yang akan parkir. Banyak warga yang menawarkan jasa ojeg, tapi sebenarnya kita sama sekali tidak perlu karena jaraknya sangat dekat.
Suasana di Pananjakan begitu ramai dikarenakan hari Minggu. Banyak wisatawan dari daerah Malang yang datang menggunakan motor. Sangat sulit bagi kami untuk menemukan tempat terbaik untuk melihat matahari terbit karena sudah ramai ditempati. Setelah mendapat tempat yang kami rasa paling nyaman, kami pun bersiap menyaksikan matahari untuk mulai menyinari pagi hari. Apa yang kami saksikan sungguhlah luar biasa, langit mulai terlihat cerah setelah bintang besar itu muncul dan terlihat dataran di bawah kami diselimuti kabut dengan sangat cantik. Betapa bersyukurnya aku menyaksikan fenomena alam ini bersama suami yang sangat aku cintai.
Setelah menyaksikan matahari terbit, berfoto dengan latar belakang Gunung Bromo dan sekitarnya langsung dilakukan para wisatawan yang ada di Pananjakan pagi itu. Begitu juga dengan kami. Bahkan tour guide kami membawa kami ke tempat yang tersembunyi sehingga sepi dan juga memiliki latar pemandangan yang indah. Puas berfoto-foto kami segera kembali ke jeep dan segera menuju Gunung Bromo.
Foto dengan pelataran Gunung Bromo dari spot tersembunyi |
Berkuda di laut pasir
Laut pasir di area Bromo
Di tengah
perjalanan kulihat ada pura berdiri. Menurut informasi dari tour guide kami,
warga sekitar memang mayoritas penganut agama Hindu. Setiap tahun mereka
melaksanakan tradisi Kasodo dimana warga sekitar Bromo yang merupakan Suku
Tengger berbondong-bondong datang ke puncak Gunung Bromo dengan membawa
sebagian hasil pertanian yang akan dipersembahkan. Selain itu juga ada tradisi
Karo dimana hal yang dilakukan pada dasarnya sama seperti tradisi lebaran di
Indonesia, warga saling bersilaturahmi dengan bergantian mengunjungi dari satu
desa ke desa lain.
Sampai di kaki
gunung, kami menaiki 250 anak tangga untuk sampai di puncak Gunung Bromo.
Gunung Bromo merupakan satu-satunya gunung berapi dengan kawah yang sangat
lebar di antara gunung-gunung tidak aktif di sekitarnya. Puas rasanya hati ini bisa berada di sini dan
menyaksikan semuanya.
Di puncak Gunung Bromo |
Pemandangan gunung dan laut pasir dari puncak Gunung Bromo
Setelah turun dari puncak gunung, aku sangat senang karena diberi kesempatan untuk belajar mengendalikan kuda yang kutunggangi. Kuda yang kusewa bernama Wage dan berumur delapan tahun.
Aku dan Wage
Berkuda tanpa dipandu
Selesai dari area Gunung Bromo, matahari sudah naik cukup tinggi. Sekitar pukul 08.00 WIB cuaca sudah mulai panas dan kami pun memutuskan umtuk kembali ke hotel dan bersiap kembali ke Surabaya. Hotel di pagi hari ternyata sangat indah, sayang pemandangan Pasuruan yang kulihat semalam tidak dapat kulihat di pagi hari karena tertutup kabut.
Pemandangan indah di penginapan |
Jalur elevator dan gambar timbul Gunung Bromo di penginapan
Pukul 12.30 WIB kami sudah sampai di Surabaya. Karena penerbangan kami masih pukul 17.45 WIB, kami memutuskan untuk menonton film MIB 3 di bioskop Tunjungan Plaza.
Setelah film
selesai, Rumah Makan Bu Rudi menjadi tujuan kami sebelum bandara. Sambal goreng
Bu Rudi menjadi pesanan banyak teman di Jakarta sehingga kuputuskan untuk
menjadikannya oleh-oleh dari Surabaya.
Sungguh, ini
merupakan pengalaman luar biasa bagiku. Tak sabar rasanya hati ini ingin segera
menjelajahi keindahan alam Indonesia lainnya. Mudah-mudahan Allah
menghendakinya, Amiin.
Pukul 19.00 WIB
kami sudah tiba di Bandung. Kami jemput Arini dan langsung meanjutkan
perjalanan ke Jakarta dan siap menghadapi rutinitas kembali dengan SEMAGAT!